This is featured post 1 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 2 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
This is featured post 3 title
Replace these every slider sentences with your featured post descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions.
Jumat, 08 Maret 2013
KISTA OVARIUM
KISTA OVARIUM
Kiste Ovari adalah : Merupakan suatu tumor, baik yang
kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas (Winkjosastro,
1999).
Kiste ovary adalah tumor jinak
ovarium. Merupakan tumor paling banyak pada wanita usia 20-40 tahun.
Kiste adalah suatu jenis tumor,
penyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan
(Soemadi, 2006).
Didalam kehamilan ovarium yang paling
sering dijumpai adalah kista dermonal, kista cokelat atau kista lutein, tumor
ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau
dapat menghalang-halangi masuknya kepala kedalam panggul.
Kista ovarium sering terjadi pada
wanita dimasa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan
kadar hormon yang terjadi siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari
ovarium.
A.
Penyebab
Kista ovarium terbentuk oleh
bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari kista.
Diantaranya tipe kista jenis ini terbentuk olefolikuler merupakan tipe kista
yang paling banyak h karena pertumbuhan volikel ovarium yang tidak terkontol.
Folikel adalah suatu rongga cairan
yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi
sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur.
Caiaran yang berisi kista sebagian
besar berupa darah yang keluar akibat dari permukaan yang terjadi pada pembuluh
darah kecil varium.
B.
Tanda dan Gejala
Sebagian besar kista ovarium tidak
menimbulkan gejala atau hanya yang paling sering dirasakan adalah rasa nyeri
pada perut bagian bawah dan panggul. Rasa nyeri timbul akibat dari pecahnya
dinding kista yang terpeluntir. Pembesaran kista terlampau cepat sehingga organ
sekitarnya menjadi teregang, perdarahan terjadi didalam kista dan tangkai kista
yadengan gejala-gejala saja karena mungkin gejalanya mirip dengan keadaan lain
seperti endrometriosis, radang panggitubuh anda untuk mengatahui gejala mana
yang serius. Gejala-gejala berikut mungkin muncul bila anda mempunyai kista
ovarium.
1.
Perut terasa penuh, berat,
kembung.
2.
Terkena pada dubur dan kandung
kemih, (sulit buang air kecil).
3.
Haid tidak terartur.
4.
Nyeri panggul yang menetap atau
kmbuhan yang dapat menyebar ke pounggung bawah dan paha.
5.
Nyeri senggama.
6.
Mual, ingin muntah atau
pengerasan payudara, mirip seperti pada saat hamil.
B.
Jenis-jenis Kistoma Ovari
Menurut etiologi, kista ovarium di bagi menjadi 2 yaitu :
(Igrativicus, bayne, 1991).
1.
Kista nonplasma
Disebabkan karena ketidak seimbangan
hormone esterogen dan pogesteron diantaranya.
a.
Kista non fungsional
Kista serosa
inklusi, berasal dari permukaan opitelium yang berkurang didalam korteks.
b.
Kista fungsional
Kista fonikel,
disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture atau folikel yang tidak
matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi
pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun. Kista korpus luteum, terjadi
karena bertambahnya sekresi progesterone
setelah ovulasi.
2.
Kista neoplasma
a.
Kista ovary simpleks adalah
suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam
kista.
b.
Metodenoma ovary musinoum yaitu
berasal dari suatu teeratoma yang pertumbuhannya 1 elemen mengalahkan elemen
yang lain.
c.
Kistadenoma ovary serosum
berasal dari epitel permukaan ovarium (cerminal ovarium
d.
Kista enarometreid
e.
Ineta dermoid tumor berasal
dari sel telur melalui proses pathogenesis.
C.
Etiologi
Faktor yang menyebabkan gejala kista meliputi gaya hidup tidak sehat
diantaranya :
1.
Konsumsi makanan yang tinggi
lemak dan kurang sehat.
2.
Zat tambahan pada makanan
3.
Kurang olahraga
4.
Merokok dan mengkonsumsi
alcohol
5.
Terpapar dengan populasi dan
agen infeksius
6.
Sering stress
Faktor Genetik
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen
yang berpotensi memicu, kanker yaitu yang disebut proton kogen, karena suatu
sebab tertentu, misalnya karena makanan radiasi patoonkogen ini dapat berubah
menjadi onkogen, yatu gen penlai kanker.
D.
Patofisiologis
Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut folikel de graff. Pada pertengahan
siklus. Folikel dominan dengan diameter lebih dari 2-8 cm akan melepaskan cosit
mature. Folikel rupture akan menjadi korpus luteum yang pada saat matang
memiliki struktur 1,5-2 cm dengan kista di tengah-tengah.
Kista ovary yang berasal dari proses ovulasi normal
disebut kista fungsional dan selalu jinak. Kista dapat berupa folimula dan
luteal yang kadang-kadang disebut kista theca lutein. Kista tersebut dapat
distimulasi oleh gonadotropin termasuk FSH dan HCG.
Kista neoplasma dapat tumbuh dari profilerasi sel yang
berlebih dan tidak terkontrol dalam ovarium serta dapat bersifat ganas atau
jinak. Neoplasma yang ganas dapat berasal dari semua jenis sel dan jaringan
ovarium. Sejauh ini keganasan paling sering berasal dari epitel permukaan (
mesotelium) dan sebagian besar lesi kristrik parsial.
E. Komplikasi
Terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas
40 tahun mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada
wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini
terhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Factor resiko yang laen dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral
terutama yang berfungi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seseorang
wanita usia subur menggunakan metode kontrasepsi ini dan kemudian mengalami
keluhan pada siklus menstruasi. Lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap
atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
F. Prognosis
Kista jinak tersebut dapat tumbum dijaringan
sisa ovarium atau di ovarium kontralateral. Kematian disebabkan karena
karsinoma ovary ganas berhubungan dengan stadium saat terdiagnosis pertama kali
pasien dengan keganasan ini sering ditemukan sudah dalam stadium akhir. Angka
harapan hidup dalam 5 tahun rata-rata 41,6%, bervariasi antara 86,9 % untuk sadium vigo Ia 11,1 % untuk stadium IV. Tumor sel granuloma
memiliki angka bertahan hidup 82 % sedangkan karsinoma yang berasal dari kista
dermoid berkaitan dengan prognosis yang buruk.
Tumor yang lebih tidak agresif dengan
potensi keganasan yang rendah mempunyai sifat yang lebih jinak tetapi tetap
berhubungan dengan angka kematian yang tinggi. Secara keseluruhan angka
bertahan hidup selama 5 tahun adalah 86,2%.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan kiste ovary yang besar biasanya
adalah pengangkatan melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kiste kurang dari
5 cm dan tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat,
kontrasepsi
oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan
menghilangkan kiste. Perawatan pasca operatif setelah pembedahan serupa dengan
pembedahan perawatan abdomen. Penurunan tekanan intera abdomen yang diakibatkan
oleh pengangkatan kiste yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang
berat, komplikasi ini dapat dicegah dengan pemakaian gurita abdomen yang ketat.
H. Proses penyembuhan Luka
Tanpa memandang bentuk, proses penyembuhan
luka adalah sama dengan yang lainnya. Perbedaan terjadi menurut waktu pada
tiap-tiap fase penyembuhan dan waktu granulasi jaringan (long. 1996).
Fase-fase penyembuhan luka antara lain :
1.
Fase I
Pada fase ini
leukosit mencerna bakteri dan jaringan risak terbentuk fibrin yang menumpuk
mengisi luka dari benang fibrin. Lapisan dari sel epitel bermigrasi lewat luka
dan membantu menutupi luka, kekuatan luka rendah tapi luka dijahit akan menahan
jahitan dengan baik.
2.
Fase II
Berlangsung dari 3
sampai 14 hari setelah bedah, leukosit mulai menghilang dan ceruk mulai kolagen
serabut protein putih semua lapisan sel epitel Bergenerasi dalam satu minggu,
jaringan ikat kemerahan karena banyak pembuluh darah. Tumpukkan kolagen akan
menunjang luka dengan baik dalam 6-7 hari, jadi jahitan diangkat pada fase ini,
tergantung pada tempat ruang bedah.
3.
Fase III
Kolagen terus
bertumpuk, hal ini menekan pembuluh darah baru dan arus daras menurun. Luka
sekarang terlihat seperti berwarna merah jambu yang luas, terjadi pada minggu
kedua hingga enam post operasi, pasien harus menjaga agar tak menggunakan otot
yang terkena.
4.
Fase IV
Berlangsung beberapa
bulan setelah pembedahan, pasien akan mengeluh, gatal disekitar luka, walu
kolagen terus menimbun pada waktu ini menciut dan menjadi tegang. Bila luka
dekat persendihan akan terjadi kontraktur karena penciutan luka dan akan
terjadi ceruk yang berlapis putih.
I.
Pemeriksaan Penunjang
Pemastian diagnosis untuk kista ovarium dapat dilakukan
dengan pemeriksaan :
1.
Ultrasonografi (USG)
Tindakan ini tidak
menyakitkan, alat peraba (transducer) digunakan untuk mengirim dan menerima
gelombang suara frekuensi tinggi (ultrasound) yang menembus bagian panggul dan
menampilkan gambaran rahim dan ovarium dilayar monitor. Lembaran ini dapat
dicetak dan dianalisis pada dokter untuk memastikan keberadaan kista, membantu
mengenali lokasinya dan menentukan isi kista cairan atau padat. Kista berisi
cairan cenderung lebih jinak, kista berisi material padat memerlukan
pemeriksaan lebih lanjut.
2.
Laparoskopi
Dengan laparoskopi (alat
teropong ringan dan tipis dimasukkan melalui pembedahan kecil dibawah pusar)
dokter dapat melihat ovarium, menghisap cairan dari kista atau mengambil bahan
percontoh untuk biopsy.
IKTERUS NEONATORUM
KONSEP
DASAR IKTERUS
I.Definisi
Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan
lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam
darah lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan
fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat
terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk (
conjugated ) .
II.Etiologi
Hiperbilirubinemia
dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan
disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompabilitas golongan darah ABO
atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini juga dapat timbul akibat perdarahan
tertutup (hematom cefal, perdarahan subaponeurotik) atau inkompabilitas darah
Rh, infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia;
keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis.
Beberapa faktor lain adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia, dan polisitemia.
III.Epidemiologi
Pada
sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi
cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita
dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian.
Ø
Rumus Kramer
Daerah
|
Luas
Ikhterus
|
Kadar
Bilirubin (mg%)
|
1
|
Kepala dan
leher
|
5
|
2
|
Daerah 1 (+)
badan bagian atas
|
9
|
3
|
Daerah 1,2
(+) badan bagian bawah dan tungkai
|
11
|
4
|
Daerah 1,2,3
(+) lengan dan kaki di bawah dengkul
|
12
|
5
|
Daerah
1,2,3,4 (+) tangan dan kaki
|
16
|
IV.Patofisiologi
Bilirubin
merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh.
Sebagian besar hasil bilirubin berasal dari degredasi hemoglobin darah dan
sebagian lagi berasal dari hem bebas atau dari proses eritropoesis yang tidak
efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang
menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang
mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini
sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karena mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membrane biologic seperti
placenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa
dengan albumin dan dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan,
sehingga bilirubin terikat dengan oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke
dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persenyawaan dengan
ligandin ( protein-Y), protein-Z, dan glutation hati lain yang membawanya ke
reticulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi. Proses ini
timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang kemudian menghasilkan
bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini larut dalam air dan pada kadar tertentu
dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi
ini diekskesi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan
selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dari tinja sebagai sterkobilin.
Dalam usus sebagian diarbsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses
arbsorpsi enterohepatik. Sebagian besar neonatus mengalami
peningkatan kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini
terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses
tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebuh pendek (80 – 90 hri ), dan belum matangnya fungsi hepar.
Peningkatan
kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian tersering
adalah apabila terdapat pertambahan beban bilirubin pada sel hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit bayi/janin, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan
ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada
keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalkan pada bayi
dengan asidosis atau keadaan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang dapat
memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan konjugasi
hepar ( defisiensi enzim glukoronil transferase ) atau bayi menderita gangguan
eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu
ekstra/intrahepatik.
V.Diagnosis
Anamnesis
ikterus pada riwayat onstetri sebelumnya sangat membantu dalam menegakan
diagnosis hiperbilirubnemia pada bayi. Termasuk anamnesis mengenai riwayat
inkompabilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan persalinan juga
berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada bayi. Faktor
risiko itu antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi, obat yang diberikan
pada ibu selama hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes mellitus, gawat
janin, malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal, dan lain-lain. Secara
klinis ikterus pada bayi dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari kemudian. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit
tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan
gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit tampak kehijauan. Penilaian ini
sangat sulit dikarenakan ketergantungan dari warna kulit bayi sendiri. Tanpa
mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus, hiperbilirubinemia
yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostic lengkap, yang mencakup
penentuan fraksi bilirubn langsung (direk) dan tidak langsung (indirek)
hemoglobin, hitung lekosit, golongan darah, tes Coombs dan pemeriksaan apusan
darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan sediaan apusan
memperlihatkan petunjuk adanya hemolisis akibat nonimunologik. Jika terdapat
hiperbilirunemia direk, adanya hepatitis hepatitis, fibrosis kistis dan sepsis.
Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin indirek normal, maka mungkin
terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologis atau patologis. Ikterus
fisiologis. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali
pusat adalah 1 – 3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5
mg/dl /24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2 -3,
biasanya mencapai puncak antara hari ke 2 – 4, dengan kadar 5 – 6 mg/dl untuk
selanjutnya menurun sampai kadar 5 – 6 mg/dl untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5 – 7 kehidupan.
Hiperbilirubin
patologis. Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang
tinggi , berhubungan dengan kadar bilirubin serum yang lebih dari 18 – 20 mg/dl
pada bayi aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan
kernikterus pada kadar yang lebih rendah ( 10 – 15 mg/dl)
VI.Diagnosisbanding
Ikterus yang timbul 24 jam pertatama kehidupan mungkin
akibat eritroblstosis foetalis, sepsis, rubella atau toksoplasmosis congenital.
Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam minggu pertama, harus
dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya. Ikterus yang
permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi petunjuk adanya
septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum homolog, rubella,
hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan pertama kehidupan memberi petunjuk adanya
apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan
dengan nutrisi parenteral total. Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan
sampai beberapa minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme
atau stenosis pylorus.
VII.Komplikasi
Kern ikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul
sebagai akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel otak
VIII.Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan ikterus neonatal adalah
untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus/encefalopati biliaris, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tersebut. Pengendalian bilirubin juga dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar kunjugasi bilirubin dapat dilakukan dengan megusahakan
mempercepat proses konjugasi. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang
terbentuknya glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau
fenobarbital. Pemberian substrat yang dapat menghambat matabolisme bilirubin
(plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian
kolesteramin), terapi sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga
dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin. Fototerapi. Ikterus klinis
dan hiperbilirubin indirek akan berkurang kalau bayi dipaparkn pada sinar dalam
spectrum cahaya yang mempunyai intensitas tinggi. Bilirubin akan menyerap
cahaya secara maksimal dalam batas wilayah warna
biru (mulai dari 420 – 470 nm) . Bilirubin
dalam kulit akan menyerap energi cahaya, yang melalui fotoisomerasi mengubah
bilirubin tak terkonjugasi yang bersifat toksik menjadi isomer-isomer
terkonjugasi yang dikeluarkan ke empedu dan melalui otosensitisasi yang
melibatkan oksigen dan mengakibatkan reaksi oksidasi yang menghasilkan
produk-produk pemecahan yang akan diekskresikan oleh hati dan ginjal tanpa
memerlukan konjugat. Indikasi fototerapi hanya setelah dipastikan adanya
hiperbilirubin patologik. Komplikasi fototerapi meliputi tinja yang cair, ruam
kulit, bayi mendapat panas yang berlebihan dan dehidrasi akibat cahaya,
menggigil karena pemaparan pada bayi, dan sindrom bayi perunggu, yaitu warna
kulit menjadi gelap, cokelat dan keabuan.
Fenobarbital. Meningkatkan konjugasi dan ekskresi
bilirubin. Pemberian obat ini akan mengurangi timbulnya ikterus fisiologik pada
bayi neonatus, kalau diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam beberap hari
sebelum kelahiran atau bayi pada saat lahir dengan dosis 5 mg/kgBb/24 jam. Pada
suatu penelitian menunjukan pemberian fenobarbital pada ibu untuk beberapa hari
sebelum kelahiran baik pada kehamilan cukup bulan atau kurang bulan dapat
mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia. Namun karena efeknya pada
metabolisme bilirubin biasanya belum terwujud sampai beberapa hari
setelah pemberian obat dan oleh karena keefektifannya lebih kecil dibandingkan
fototerapi, dan mempunyai efek sedatif yang tidak diinginkan dan tidak menambah
respon terhadap fototerapi, maka fenobarbital tidak dianjurkan untuk pengobatan
ikterus pada bayi neonatus. Transfusi tukar. Dilakukan untuk mempertahankan
kadar bilirubin indirek dalam serum bayi aterem kurang dari 20 mg/dl atau
15 mg/dl pada bayi kurang bulan . Dapat diulangi sebanyak yang diperlukan, atau
keadaan bayi yang dipandang kritis dapat menjadi petunjuk melakukan transfusi
tukar selama hari pertama atau kedua kehidupan, kalau peningkatan yang lebih
diduga akan terjadi, tetapi tidak dilakukan pada hari ke empat pada bayi aterm
atau hari ke tujuh pada bayi premature, kalau diharapkan akan segera terjadi
penurunan kadar bilirubin serum atau akibat mekanisme konjugasi yang bekerja
lebih efektif. Transfusi tukar mungkin merupakan metode yang paling efektif
untuk mengkontrol terjadinya hiperbilirubinemia.
IX.Prognosis
Hiperbilirubemia baru akan berpengaruh buruk apabila
bilirubin indirek telah melalui sawar otak.
ABORTUS
ABORTUS
Abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram.
Istilah abortus dipakai
untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar
kandungan.
Berdasarkan variasi
berbagai batasan yang ada tentang usia / berat lahir janin viable (yang mampu
hidup di luar kandungan), akhirnya ditentukan suatu batasan abortus sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 g atau usia kehamilan 20
minggu. (terakhir, WHO/FIGO 1998 : 22 minggu)
Etiologi
Abortus dapat terjadi karena
beberapa sebab, yaitu :
· Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan
abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan
ini adalah
a. Kelainan
kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan
sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh
teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
· Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili
korialis karena hipertensi menahun
· Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia
berat, keracunan dan toksoplasmosis
· Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi
serviks (untuk abortus pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan
kelainan bawaan uterus.
Patogenesis
Pada awal
abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar
yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu,
villi kotaris belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat
dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah
lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong
kosong amnion atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin
lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau
fetus papiraseus.
Manifetasi
Klinis
- Terlambat haid atau amenore kurang dari 20
minggu.
- Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak
lemah atau kesadaran menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut
nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat.
- Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya
jaringan hasil konsepsi
- Rasa mulas atau keram perut di daerah atas
simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat kontraksi uterus
- Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak bau busuk dari vulva
b. Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri
terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak jaringan keluar dari ostium, ada/tidak
cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah
tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam kavum uteri, besar uterus sesuai
atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio dogoyang, tidak
nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak nyeri.
Pemeriksaan
Penunjang
- Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup,
bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus
- Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan
apakah janin masih hidup
- Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed
abortion
Komplikasi
- Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
- Pada missed abortion dengan retensi lama hasil
konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan darah.
B. JENIS –JENIS ABORTUS
Diagnosis
Berdasarkan
keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
1. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan
kurang dari 20 minggu, tanpa ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
2. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan
dilatasi serviks.
3. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin
dikeluarkan dari uterus. Bila abortus inkomplit disertai infeksi genetalia
disebut abortus infeksiosa
4. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah
keluar dari uterus
5. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu,
tetapi tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan
(suatu peristiwa patologis), atau artifisial / terapeutik (suatu
peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga disebabkan oleh :
- kelainan kromosom (sebagian besar kasus)
- infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb)
- gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus)
- oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin)
Abortus spontan diduga disebabkan oleh :
- kelainan kromosom (sebagian besar kasus)
- infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb)
- gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus)
- oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin)
Proses Abortus dapat dibagi atas 4 tahap : abortus
imminens, abortus insipiens, abortus inkomplet dan abortus komplet.
- Abortus
Iminens
Abortus imminens adalah
peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu,
di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks
masih tertutup Jika janin masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai
kehamilan aterm dan lahir normal. Jika terjadi kematian janin, dalam waktu
singkat dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan janin dilakukan
ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan
janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung
janin dicoba didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin
sebaiknya segera ditentukan, karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan /
tindakan.
Penatalaksanaan
· Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik
berkurang.
· Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan
tiap empat jam bila pasien panas
· Tes kehamilan dapat dilakuka. Bila hasil negatif mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
· Berikan obat penenang, biasanya fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat
hematinik misalnya sulfas ferosus 600 – 1.000 mg
· Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C
· Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk
mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
- Abortus
Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dengan
adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih
berada di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks terbuka.
Penatalaksanaan :
· Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa
pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin
· Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan,
tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus,
disusul dengan kerokan memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg
intramuskular.
· Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam
deksrtose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi
uterus sampai terjadi abortus komplit.
· Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
- Abortus
Inkomplit
Abortus inkompletus
adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20
minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Penatalaksanaan :
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Penatalaksanaan :
· Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis
atau ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah
· Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg intramuskular
· Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan
pengeluaran plasenta secara manual.
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeks
- Abortus
Komplit
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Penatalaksanaan :
· Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari
· Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi
darah
· Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi
· Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
- Abortus
Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 4 minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu ?).
Biasanya didahului tanda dan gejala abortus imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Penatalaksaan :
· Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan
cunam ovum lalu dengan kuret tajam
· Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi
· Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan
gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator
Hegar kemudian hasil konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret
tajam.
· Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg
lalu infus oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per
menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan
sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah
pasien istirahat satu hari.
· Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi
dengan menyuntik larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
- Abortus
Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang
terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau awam). Bahaya terbesar adalah
kematian ibu.
Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit
Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit
· Penanggulangan infeksi :
- Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000
IU intramuskular tiap 12 jam ditambah kloramfenikol 1 gr peroral
selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam
- Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral
selanjutnya 500 g tiap 4 jam ditambah metronidazol 5000 mg tiap 6 jam
- Obat pilihan lainnya : ampisilin dan
kloramfenikol, penisilin, dan metronidazol, ampisilin dan gentamisin,
penisilin dan gentamisin.
· Tingkatkan asupan cairan
· Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah
· Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat
lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
- Abortus
terapeutik
Dilakukan pada usia
kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi kesehatan wanita
di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan dirinya, misalnya pada
wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban perkosaan
(masalah psikis). Dapat juga atas pertimbangan / indikasi
kelainan janin yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri
pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang hendak dirujuk, selama
10 hari :
Di rumah sakit :
· Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
· Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g
· Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan
cairan
· Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan
· Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 – 8 liter per menit
· Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin
· Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan
pengangkatan sumber infeksi
· Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang
tanda-tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus,
kesadaran menurun, tekanan darah menurun dan sesak nafas
PRINSIP
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu
1. JANGAN LANGSUNG DILAKUKAN KURETASE
2. Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan,periksa dengan USG
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu
1. JANGAN LANGSUNG DILAKUKAN KURETASE
2. Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan,periksa dengan USG
3. Jangan terpengaruh
hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun janin sudah mati, B-HCG
mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan setelah kematian janin.
C. DIAGNOSTIK
1. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
2. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal
HARUS selalu dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
3. Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. JIKA
keadaan umum buruk lakukan resusitasi dan stabilisasi segera !
4. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika
memungkinkan, cari sumber perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari
jaringan serviks, atau darah mengalir keluar dari ostium ?
5. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan
penunjang (ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche)
6. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan
letak uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke
dalam ostium dengan MUDAH / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi
serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya massa
atau tanda akut lainnya.
D. TEKNIK PENGELUARAN SISA ABORTUS
Pengeluaran jaringan
pada abortus : setelah serviks terbuka (primer maupun dengan dilatasi),
jaringan konsepsi dapat dikeluarkan secara manual, dilanjutkan dengan kuretase.
1. Sondage, menentukan
posisi dan ukuran uterus.
2. Masukkan tang abortus sepanjang besar uterus, buka dan putar 90o untuk
melepaskan jaringan, kemudian tutup dan keluarkan jaringan tersebut.
3. Sisa abortus dikeluarkan dengan kuret tumpul, gunakan sendok terbesar
yang bisa masuk.
4. Pastikan sisa konsepsi telah keluar semua denganeksplorasi jari maupun
kuret
Pertimbangan
Kehamilan usia lebih dari 12 minggu sebaiknya diselesaikan dengan prostaglandin (misoprostol intravaginal) atau infus oksitosin dosis tinggi (20-50 U/drip).
Kini dengan alat hisap dan kanul plastik dapat dikeluarkan jaringan konsepsi dengan trauma minimal, terutama misalnya pada kasus abortus mola.
Jaringan konsepsi dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi, agar dapat diidentifikasi kelainan villi. Bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pasca mola adalah keganasan (penyakit trofoblastik gestasional ganas / PTG).
Kehamilan usia lebih dari 12 minggu sebaiknya diselesaikan dengan prostaglandin (misoprostol intravaginal) atau infus oksitosin dosis tinggi (20-50 U/drip).
Kini dengan alat hisap dan kanul plastik dapat dikeluarkan jaringan konsepsi dengan trauma minimal, terutama misalnya pada kasus abortus mola.
Jaringan konsepsi dikirim untuk pemeriksaan patologi anatomi, agar dapat diidentifikasi kelainan villi. Bahaya / komplikasi yang dapat terjadi pasca mola adalah keganasan (penyakit trofoblastik gestasional ganas / PTG).
Faktor risiko /
predisposisi yang (diduga) berhubungan dengan terjadinya abortus
1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas
4. Adanya kelainan / penyakit yang menyertai kehamilan (misalnya diabetes, penyakit gh Imunologi sistemik dsb).
5. berbagai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat2an, alkohol, radiasi, dsb)
7. trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. kelainan kromosom (trisomi / monosomi)
Dari aspek biologi molekular, kelainan kromosom ternyata paling sering dan paling jelas berhubungan dengan terjadinya abortus.
1. Usia ibu yang lanjut
2. Riwayat obstetri / ginekologi yang kurang baik
3. Riwayat infertilitas
4. Adanya kelainan / penyakit yang menyertai kehamilan (misalnya diabetes, penyakit gh Imunologi sistemik dsb).
5. berbagai macam infeksi (variola, CMV, toxoplasma, dsb)
6. paparan dengan berbagai macam zat kimia (rokok, obat2an, alkohol, radiasi, dsb)
7. trauma abdomen / pelvis pada trimester pertama
8. kelainan kromosom (trisomi / monosomi)
Dari aspek biologi molekular, kelainan kromosom ternyata paling sering dan paling jelas berhubungan dengan terjadinya abortus.
Penatalaksanaan pasca
abortus
Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu, anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).
Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus dan kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu, anjurkan pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).